Kejaksaan Ke Pengadilan

Pertanyaan : 

Jangka Waktu Penyerahan Terdakwa dari Kejaksaan ke Pengadilan
1. Apa dasar hukum penyerahan terdakwa dari kejaksaan pada pengadilan? 2. Berapa tempo waktu penyerahan terdakwa ke pengadilan? 3. Mohon bentuk contoh berita acara penyerahan terdakwa dan berkas perkara. Terima kasih


Jawaban :


1. Hukum acara yang berlaku di peradilan pidana Indonesia secara umum diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”). Sebelum menjelaskan lebih lanjut, ada baiknya kami perjelas terlebih dahulu mengenai definisi tersangka dan terdakwa. 


Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana sedangkan terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan (lihat Pasal 1 angka 14 dan angka 15 KUHAP). Jadi, status tersangka baru berubah menjadi terdakwa saat seorang tersangka telah dituntut di muka pengadilan.

Selanjutnya mengenai jaksa, dalam KUHAP disebutkan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang, antara lain untuk bertindak sebagai penuntut umum yaitu untuk melakukan penuntutan (lihat Pasal 1 angka 6 KUHAP). 


Dalam Pasal 14 huruf e KUHAP disebutkan bahwa penuntut umum mempunyai wewenang yang di antaranya adalah untuk melimpahkan perkara ke pengadilan. Terkait dengan kewenangannya itu, penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili (lihat Pasal 137 KUHAP).

Pengalihan perkara ke pengadilan ini dilakukan setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik. Kemudian, penuntut umum segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan (lihat Pasal 139 KUHAP). 


Dan dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan tersebut dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan (lihat Pasal 140 ayat [1] KUHAP). Setelah surat dakwaan dibuat, penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan (lihat Pasal 143 ayat [1] KUHAP).

pada prinsipnya, instansi lain tidak dibenarkan menghadapkan dan mendakwa seseorang terdakwa kepada hakim di muka sidang pengadilan. Akan tetapi tentu terhadap prinsip umum ini terdapat pengecualian, pada pemeriksaan tindak pidana acara ringan dan acara pelanggaran lalu lintas jalan (Pasal 205 ayat [2] dan Pasal 212). 


Dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan seperti yang sudah pernah dijelaskan, penyidik atas kuasa penuntut umum menghadapkan dan mendakwa terdakwa kepada hakim dalam sidang pengadilan (Pasal 205 ayat [2]). 

Demikian juga pada acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan, penyidik langsung menghadapkan terdakwa kepada hakim dalam sidang pengadilan. Namun, demikian kedua pengecualian di atas, tidak mengurangi arti prinsip bahwa hanya jaksa yang berhak menghadapkan dan mendakwa seseorang terdakwa yang melakukan tindak pidana kepada hakim di muka sidang pengadilan.

2. Mengenai jangka waktu penyerahan perkara pidana umum dari kejaksaan ke pengadilan tidaklah ditentukan oleh KUHAP. Akan tetapi, ada jangka waktu penahanan yang boleh dilakukan oleh penuntut umum yaitu berlaku paling lama 20 (dua puluh) hari dan dapat diperpanjang untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari, dan setelah waktu 50 (lima puluh) hari, penuntut umum harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum (lihat Pasal 25 KUHAP). 


Sehingga, dalam hal penuntut umum belum melimpahkan perkara ke pengadilan dan telah melewati jangka waktu tersebut, tersangka harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.

Berbeda halnya dengan tindak pidana di bidang korupsi, di mana penuntut umum setelah menerima berkas perkara dari penyidik, paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya berkas tersebut, wajib melimpahkan berkas perkara tersebut kepada Pengadilan Negeri (lihat Pasal 52 ayat [1] UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi – “UU KPK”). 


Khusus mengenai Penuntut di sini adalah Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (Pasal 51 ayat [1] UU KPK)